Oleh : Endi Rochaendi
(Sekretaris Prodi S-1 PGSD Universitas Alma Ata)


Perubahan lanskap pendidikan nasional yang semakin dinamis menuntut lembaga pendidikan tinggi untuk menyiapkan calon guru yang tidak hanya kompeten secara akademik, tetapi juga berkarakter, berintegritas, dan memiliki daya juang tinggi. Program Studi S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Alma Ata menegaskan komitmennya dalam mencetak calon pendidik yang berilmu, berakhlak, dan berdaya melalui desain kurikulum holistik, praksis pendidikan berbasis riset, serta penguatan nilai-nilai spiritual dan sosial yang relevan dengan tantangan abad ke-21. Visi ini berpijak pada keyakinan bahwa guru merupakan aktor kunci pembangunan bangsa, yang peran transformatifnya ditentukan oleh keseimbangan antara kompetensi kognitif, kecerdasan emosional, dan kedalaman moral (Suryadi & Wibowo, 2021).
1. Landasan Filosofis dan Ideologis Pembentukan Calon Guru
Gagasan pendidikan guru di Universitas Alma Ata berakar pada filosofi humanisme religius, yang memandang manusia sebagai makhluk berakal dan berakhlak. Pendidikan tidak hanya diarahkan untuk menyiapkan kemampuan profesional, tetapi juga untuk menumbuhkan kesadaran spiritual dan tanggung jawab sosial. Konsep ini sejalan dengan pandangan Noddings (2020) yang menegaskan bahwa pendidikan bermakna harus melibatkan dimensi moral dan emosional agar guru mampu membangun hubungan autentik dengan peserta didik. PGSD Universitas Alma Ata menempatkan idealisme tersebut dalam kerangka tridharma perguruan tinggi, di mana pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat saling berkelindan sebagai satu kesatuan praksis transformasi sosial.
Landasan ideologis program ini juga diperkaya oleh nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin yang menekankan keseimbangan antara akal, hati, dan amal. Mahasiswa PGSD tidak hanya belajar teori dan metodologi pengajaran, tetapi juga dididik untuk memahami esensi manusia sebagai subjek pembelajaran. Perspektif ini memperkuat posisi guru sebagai pelaku perubahan sosial yang berorientasi pada keadilan, kemanusiaan, dan keberlanjutan (Arifin & Nasution, 2022). Melalui pendekatan ini, pendidikan guru di Universitas Alma Ata tidak berhenti pada pencapaian gelar akademik, tetapi berlanjut pada pembentukan jati diri pendidik sejati.
2. Paradigma “Berilmu”: Fondasi Keilmuan dan Profesionalisme Guru
Pemaknaan “berilmu” di lingkungan PGSD Universitas Alma Ata tidak semata merujuk pada penguasaan teori pedagogik, melainkan juga pada kemampuan berpikir kritis, analitis, dan reflektif terhadap realitas pendidikan. Keilmuan guru masa depan ditandai oleh kapasitas literasi ganda—literasi akademik dan literasi digital—yang memungkinkan mereka beradaptasi terhadap perubahan sosial dan teknologi yang cepat (Wijaya & Pratiwi, 2021). Oleh karena itu, kurikulum PGSD disusun berbasis outcome-based education yang menekankan keterpaduan antara teori, praktik, dan refleksi.
Mahasiswa diarahkan untuk memahami hakikat belajar sebagai proses dialogis dan dinamis. Setiap mata kuliah dikembangkan melalui pendekatan andragogis dan kontekstual agar mahasiswa mampu mengaitkan konsep-konsep ilmiah dengan permasalahan nyata di lapangan. Praktik microteaching, proyek berbasis riset, serta kegiatan pengabdian masyarakat berbasis literasi menjadi laboratorium keilmuan yang memperkuat pemahaman mereka terhadap realitas pendidikan dasar. Sejalan dengan pandangan Trilling dan Fadel (2019), PGSD Universitas Alma Ata menekankan pentingnya penguasaan empat kompetensi abad ke-21: critical thinking, creativity, collaboration, dan communication, yang menjadi prasyarat bagi guru profesional di era digital.
Penerapan riset tindakan kelas (PTK) menjadi salah satu pilar utama dalam membangun identitas ilmiah mahasiswa. Melalui kegiatan PTK, calon guru dilatih untuk menjadi peneliti reflektif yang mampu membaca masalah pembelajaran dan merumuskan inovasi berbasis data. Aktivitas ini memperkuat literasi penelitian dan menumbuhkan kebiasaan berpikir berbasis bukti (evidence-based practice). Sebagaimana ditegaskan oleh Sari dan Raharjo (2023), pendidikan guru yang berorientasi riset akan menghasilkan guru yang tidak sekadar pelaksana kurikulum, tetapi juga inovator pembelajaran.
3. Dimensi “Berakhlak”: Penguatan Nilai Spiritual dan Etika Profesi
Keilmuan tanpa akhlak akan melahirkan profesionalisme yang kering dari nilai kemanusiaan. Karena itu, PGSD Universitas Alma Ata menjadikan dimensi “berakhlak” sebagai inti dari proses pembentukan calon guru. Pendidikan karakter dan spiritualitas dijalankan melalui pembiasaan, keteladanan, dan pendampingan personal yang berkesinambungan. Seluruh kegiatan akademik maupun non-akademik diarahkan untuk menumbuhkan kesadaran moral dan tanggung jawab sosial.
Nilai-nilai religius diinternalisasikan melalui kegiatan mentoring spiritual, kajian keislaman, serta praktik refleksi diri yang membentuk kepekaan terhadap etika profesi guru. Mahasiswa tidak hanya diajarkan “apa yang harus dilakukan,” tetapi juga “mengapa hal itu bermakna” bagi kemanusiaan. Pendekatan ini sejalan dengan pandangan Hidayati dan Santoso (2020) bahwa pendidikan guru harus menekankan integrasi antara moralitas dan profesionalisme agar guru menjadi teladan bagi peserta didik.
Pembentukan akhlak juga ditopang oleh budaya akademik yang menumbuhkan empati, disiplin, dan solidaritas. Relasi dosen dan mahasiswa dibangun atas dasar penghormatan dan keteladanan. Setiap interaksi akademik menjadi ruang pendidikan karakter yang menanamkan nilai integritas dan kejujuran ilmiah. Proses ini merefleksikan model pendidikan yang berbasis hati (heart-based education), di mana pengetahuan dan akhlak tidak dipisahkan, melainkan saling menghidupi.
4. Dimensi “Berdaya”: Pemberdayaan Calon Guru sebagai Pemimpin Pembelajaran
Makna “berdaya” dalam konteks PGSD Universitas Alma Ata merujuk pada kemampuan mahasiswa untuk menjadi individu yang mandiri, kreatif, dan mampu memengaruhi perubahan positif di lingkungan pendidikan. Daya seorang guru bukan hanya terletak pada penguasaan metode mengajar, tetapi juga pada kapasitasnya untuk memimpin, berinovasi, dan berkolaborasi membangun ekosistem pembelajaran yang berkelanjutan (Raharjo, 2023).
PGSD Universitas Alma Ata mengembangkan kurikulum yang menumbuhkan kepemimpinan transformatif melalui kegiatan kewirausahaan sosial, kolaborasi lintas program studi, dan proyek pendidikan berbasis pemberdayaan masyarakat. Mahasiswa didorong untuk menciptakan inovasi pembelajaran yang relevan dengan konteks lokal, seperti pengembangan media belajar berbasis budaya daerah atau kegiatan literasi masyarakat. Program seperti School-Based Community Empowerment (SBCE) memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap realitas sosial dan membangun kesadaran mereka sebagai agen perubahan pendidikan di tingkat akar rumput (Sukardi, 2021).
Selain itu, kegiatan magang di sekolah mitra memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan teori ke dalam praktik nyata. Magang tidak hanya dipandang sebagai kegiatan administratif, tetapi sebagai proses inkubasi profesionalisme guru. Melalui bimbingan supervisor sekolah dan dosen pembimbing lapangan, mahasiswa belajar mengelola kelas, beradaptasi terhadap karakteristik siswa, dan mengevaluasi proses belajar secara reflektif. Pendekatan ini terbukti efektif meningkatkan kesiapan kerja dan kepercayaan diri mahasiswa sebagai calon pendidik profesional (Lestari & Handayani, 2022).
5. Integrasi Kurikulum, Nilai, dan Teknologi Pendidikan
Transformasi pendidikan guru di Universitas Alma Ata juga diwujudkan melalui integrasi kurikulum berbasis nilai dan teknologi. Keberhasilan guru masa depan ditentukan oleh kemampuan mereka mengelola teknologi pendidikan secara etis dan produktif. Integrasi teknologi dalam proses belajar-mengajar menuntut kesiapan digital sekaligus kebijaksanaan moral agar teknologi tidak sekadar menjadi alat, tetapi sarana untuk memperluas kemanusiaan (Hasanah & Nuraini, 2023).
PGSD Universitas Alma Ata memanfaatkan platform pembelajaran digital, laboratorium microteaching berbasis simulasi, dan perangkat analitik pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses belajar. Mahasiswa dilatih menggunakan Learning Management System (LMS) untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Pendekatan ini menumbuhkan kemampuan pedagogi digital sekaligus memperkuat literasi data pendidikan yang menjadi prasyarat utama bagi guru abad ke-21 (Rahmat, 2024).
Selain aspek teknologis, kurikulum PGSD juga menanamkan dimensi sosial dan budaya agar calon guru memahami konteks keanekaragaman Indonesia. Kesadaran multikultural menjadi bagian penting dari pembelajaran karena sekolah dasar merupakan ruang pertama anak belajar hidup berdampingan dalam perbedaan. Pendidikan multikultural di PGSD Alma Ata diarahkan untuk membentuk calon guru yang mampu membangun toleransi, empati, dan inklusivitas di ruang kelas.
6. Strategi Penguatan Kompetensi Profesional dan Sosial
Kualitas guru masa depan diukur dari sejauh mana mereka mampu beradaptasi dan berinovasi menghadapi perubahan. Oleh karena itu, PGSD Universitas Alma Ata menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi yang terintegrasi pada empat domain utama: pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Setiap domain dikembangkan melalui kegiatan teoritis dan praktis yang saling melengkapi.
Kompetensi pedagogik diperkuat melalui mata kuliah strategi pembelajaran, perancangan media edukatif, dan asesmen autentik. Kompetensi profesional dikembangkan melalui riset, publikasi ilmiah, serta partisipasi mahasiswa dalam seminar dan konferensi pendidikan. Kompetensi sosial diperkuat melalui program Teaching for Society yang mendorong mahasiswa mengajar di komunitas marginal atau sekolah terpencil, membangun empati dan kepedulian sosial. Sementara itu, kompetensi kepribadian ditumbuhkan melalui pembinaan karakter, pelatihan kepemimpinan, dan kegiatan spiritual yang membentuk keutuhan diri (Kusnadi, 2021).
Pendekatan integratif ini menunjukkan bahwa PGSD Universitas Alma Ata tidak sekadar mencetak pengajar, melainkan membentuk educational leader yang berorientasi pada perubahan sosial dan kemanusiaan.
7. Kolaborasi dan Ekosistem Pembelajaran Transformatif
Sinergi antara universitas, sekolah mitra, pemerintah daerah, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan pembentukan guru yang berdaya. PGSD Universitas Alma Ata membangun jaringan kolaboratif melalui School-University Partnership (SUP) yang berfungsi sebagai wahana pertukaran praktik terbaik, inovasi pembelajaran, dan pengembangan profesional guru. Kolaborasi ini tidak hanya meningkatkan kualitas praktik mahasiswa, tetapi juga memperkaya pengalaman belajar melalui interaksi lintas konteks.
Menurut Widodo dan Hasan (2023), kemitraan pendidikan yang kuat antara universitas dan sekolah merupakan prasyarat penting untuk menjamin relevansi kurikulum pendidikan guru terhadap kebutuhan lapangan. PGSD Universitas Alma Ata mengadopsi prinsip kolaboratif ini melalui pembentukan Teaching Clinic, yaitu wadah konsultasi dan refleksi pedagogik antara mahasiswa, dosen, dan guru. Program ini memperkuat proses mentoring profesional dan memastikan setiap calon guru mendapatkan umpan balik yang konstruktif selama menjalani praktik lapangan.
Selain itu, kegiatan pengabdian masyarakat berbasis literasi dan lingkungan menjadi bagian integral dari ekosistem pembelajaran transformatif. Mahasiswa tidak hanya mengajar di sekolah, tetapi juga berperan aktif dalam memberdayakan komunitas sekitar melalui kegiatan literasi anak, pendidikan keluarga, dan kampanye kebersihan lingkungan sekolah. Aktivitas ini mencerminkan prinsip learning by serving, di mana pendidikan menjadi jalan untuk membangun empati sosial dan kepedulian ekologis (Fauzan & Hidayah, 2022).
8. Kepemimpinan Akademik dan Spirit Kolektif di PGSD Universitas Alma Ata
Transformasi calon guru tidak mungkin tercapai tanpa kepemimpinan akademik yang visioner. Dosen di PGSD Universitas Alma Ata berperan sebagai fasilitator, mentor, sekaligus teladan moral bagi mahasiswa. Proses pembelajaran dijalankan melalui pendekatan partisipatif dan reflektif, sehingga mahasiswa tidak sekadar menjadi penerima ilmu, tetapi subjek aktif dalam konstruksi pengetahuan.
Kepemimpinan akademik yang diterapkan berlandaskan prinsip servant leadership, di mana dosen melayani dan menginspirasi mahasiswa melalui keteladanan dan empati. Penelitian oleh Nugroho dan Rahayu (2022) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan semacam ini meningkatkan keterlibatan belajar mahasiswa dan memperkuat ikatan emosional antara dosen dan peserta didik. Kultur akademik yang hangat dan berlandaskan spiritualitas menjadi ciri khas PGSD Universitas Alma Ata yang membedakannya dari program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semangat kolektif juga tercermin dari budaya kolaboratif di antara mahasiswa. Diskusi ilmiah, kegiatan komunitas edukatif, dan proyek kolaboratif antarangkatan menjadi ruang pembelajaran sosial yang memperkuat solidaritas dan profesionalisme. Suasana akademik ini menumbuhkan kepekaan sosial sekaligus memperkuat karakter kepemimpinan kolaboratif calon guru.
9. Refleksi dan Proyeksi Menuju Guru Masa Depan
Upaya PGSD Universitas Alma Ata dalam membentuk calon guru berilmu, berakhlak, dan berdaya merupakan wujud nyata komitmen terhadap cita-cita pendidikan nasional. Model pendidikan guru yang dijalankan tidak berhenti pada transmisi ilmu, tetapi bergerak menuju transformasi diri dan masyarakat. Calon guru dididik untuk menjadi pemikir reflektif, pembelajar sepanjang hayat, dan penggerak perubahan sosial.
Tantangan masa depan seperti disrupsi teknologi, degradasi moral, dan kesenjangan sosial menuntut guru berperan sebagai jembatan antara pengetahuan dan nilai. Sebagaimana ditegaskan oleh Fullan (2020), guru masa depan bukan hanya instruktur, tetapi change agent yang membangun budaya belajar yang adaptif dan berkeadilan. Visi ini selaras dengan arah kebijakan pendidikan nasional menuju Profil Pelajar Pancasila yang menekankan dimensi beriman, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Alma Ata telah meneguhkan posisinya sebagai institusi yang berorientasi pada pembentukan pendidik sejati. Konsep “berilmu, berakhlak, dan berdaya” bukan sekadar slogan, melainkan sistem nilai yang dihidupi dalam seluruh proses akademik dan sosial. Mahasiswa tidak hanya dibekali kompetensi pedagogik dan profesional, tetapi juga dibentuk menjadi insan berkarakter yang berjiwa pengabdian dan kepemimpinan. Kurikulum yang integratif, dukungan teknologi, nilai spiritual yang kuat, serta kolaborasi lintas lembaga menjadikan PGSD Universitas Alma Ata sebagai model pendidikan guru yang progresif dan humanis. Visi ini memperlihatkan bahwa guru masa depan bukan hanya pengajar, tetapi pembimbing jiwa, peneliti sosial, dan penggerak peradaban. Mewujudkan guru yang berilmu, berakhlak, dan berdaya berarti membangun masa depan bangsa yang beradab, inklusif, dan berkeadilan.